
Buat lo yang tumbuh di era MySpace, Friendster, atau rajin nongkrong di gigs akhir pekan tahun 2000-an, nama Alone At Last pasti gak asing lagi. Band asal Bandung ini jadi salah satu pionir di skena emo/post-hardcore Indonesia dan punya tempat spesial di hati banyak orang yang pernah ngerasain romantisme musik underground era 2000-an.
Alone At Last itu bukan cuma sekadar band. Buat banyak fans-nya, mereka adalah bagian dari masa muda, bagian dari semangat “luka yang dirangkul,” dan bagian dari evolusi musik alternatif lokal yang nggak kalah keren dari band luar.
Awal Mula Alone At Last
Band ini terbentuk di Bandung sekitar tahun 2002. Waktu itu, skena musik di Indonesia lagi rame-ramenya, dan genre emo serta post-hardcore mulai dapet tempat sendiri. Alone At Last hadir dengan style yang bener-bener fresh buat pendengar lokal—musik keras tapi melodius, lirik yang puitis, dan penampilan yang penuh emosi.
Formasi awal band ini sempat berubah-ubah, tapi beberapa nama yang paling dikenal antara lain:
-
Rully Annash – vokal
-
Ajie Gergaji – gitar
-
Rizki Putra – bass
-
plus beberapa personel lain yang sempat berganti selama perjalanan band.
Mereka punya chemistry yang kuat dan kelihatan banget di panggung—emosi yang meledak tapi tetap musikal, dan itu yang bikin banyak orang ngerasa relate.
Musik: Perpaduan Emosi dan Energi
Alone At Last dikenal dengan gaya emo/post-hardcore yang khas. Musik mereka bukan cuma soal distorsi dan scream, tapi juga penuh melodi, nuansa, dan dinamika yang bikin lagu-lagunya gampang banget nempel di kepala (dan hati).
Kalau lo suka band luar kayak Silverstein, Underoath, atau Senses Fail, Alone At Last adalah versi lokalnya yang gak kalah greget. Mereka punya sound yang melodius banget di satu sisi, tapi bisa meledak dan penuh amarah di sisi lain.
Salah satu hal yang bikin musik mereka gampang dicintai adalah paduan scream dan clean vocal, ditambah dengan lirik berbahasa Inggris yang terdengar puitis dan personal. Tapi tenang, walau liriknya full English, maknanya tetap bisa nyentuh banget buat pendengar lokal.
Lagu-lagu yang Jadi Soundtrack Hidup
Ada beberapa lagu dari Alone At Last yang bisa dibilang legendaris di skena musik emo Indonesia, seperti:
-
“Sweet Memories”
Lagu ini kayak anthem anak emo generasi 2000-an. Melodi gitarnya manis, liriknya galau, dan scream-nya bikin dada sesak—pas banget buat jadi soundtrack patah hati lo. -
“Still You”
Lagu ini nunjukin sisi melankolis mereka yang kuat banget. Cocok buat malam-malam sendu di kamar, ditemani kenangan yang gak bisa dilupakan. -
“Gone”
Energinya meledak, tapi tetap emosional. Lagu ini sering banget dibawain live dan bikin crowd langsung moshing sambil nyanyi bareng. -
“This Is The Way I Live”
Salah satu lagu yang bisa dibilang manifesto semangat hidup anak muda kala itu—tentang hidup dengan cara sendiri, walau gak semua orang paham.
Album dan Diskografi
Beberapa rilisan penting dari Alone At Last yang patut lo cek:
-
“Alone At Last EP” (2004) – rilisan awal mereka yang langsung dapet banyak perhatian.
-
“Embrace” (2007) – album penuh pertama mereka yang jadi tonggak penting di skena emo lokal.
-
“Rise Again” (2011) – rilisan yang lebih matang dari segi sound dan tema.
-
Plus berbagai single dan lagu kompilasi yang tersebar di album kolektif scene Bandung dan sekitarnya.
Penampilan Live yang Gak Main-main
Nonton Alone At Last live itu pengalaman emosional banget. Mereka bukan tipe band yang tampil asal-asalan. Setiap lagu dibawain dengan perasaan, dan mereka bener-bener ngasih energi ke penonton. Banyak yang bilang, nonton AAL live itu kayak terapi—bisa nangis, bisa teriak, bisa lega.
Mereka juga pernah tampil di berbagai festival besar, dari pensi sekolah, gigs indie, sampe event skala nasional. Dan selalu, selalu ada crowd yang nyanyi bareng—tanda kalau lagu-lagu mereka emang punya tempat tersendiri di hati pendengarnya.
Kenapa Masih Relevan?
Walaupun udah belasan tahun aktif, Alone At Last masih punya fanbase yang loyal. Bahkan banyak pendengar baru yang nemuin mereka lewat nostalgia atau rekomendasi dari temen. Kenapa?
-
Musik mereka timeless.
-
Liriknya universal.
-
Vibe emosionalnya gak pernah basi.
-
Band-nya punya dedikasi tinggi sama karya.
Mereka juga aktif di media sosial dan kadang suka reunian atau ngasih update soal proyek baru. Jadi buat lo yang kangen, masih ada harapan!
Alone At Last, Gak Pernah Benar-benar Pergi
Alone At Last bukan cuma band emo dari Bandung. Mereka adalah bagian penting dari perjalanan musik alternatif Indonesia. Musik mereka adalah kenangan yang dibalut distorsi, dan tetap hidup di hati para pendengar yang pernah merasa sendiri, patah, atau butuh tempat untuk meluapkan perasaan.
Kalau lo belum pernah dengerin Alone At Last, sekarang saat yang pas buat eksplor. Dan kalau lo pernah jadi fans mereka, lo tahu banget—AAL itu bukan cuma musik, tapi pengalaman hidup.